Rabu, 20 Agustus 2014

daerah ku


Kota Malang adalah sebuah kota yang terletak di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Kota yang berpenduduk 820.243 (2010) ini berada di dataran tinggi yang cukup sejuk, terletak 90 km sebelah selatan Kota Surabaya, dan wilayahnya dikelilingi oleh Kabupaten Malang. Luas wilayah kota Malang adalah 252,10 km2. Malang merupakan kota terbesar kedua di Jawa Timur setelah Surabaya, dan dikenal dengan julukan kota pelajar.

== Sejarah ==
Wilayah cekungan Malang telah ada sejak masa [[purbakala]] menjadi kawasan pemukiman. Banyaknya
[[sungai]] yang mengalir di sekitar tempat ini membuatnya cocok sebagai kawasan pemukiman. Wilayah Dinoyo dan Tlogomas diketahui merupakan kawasan pemukiman [[prasejarah]].<ref name="Dahlia">Dahlia Irawati. [http://sains.kompas.com/read/xml/2009/10/15/17400542/ditemukan.fondasi.peninggalan.kerajaan.kanjuruhan.di.malang Ditemukan, Fondasi Peninggalan Kerajaan Kanjuruhan di Malang]. Kompas daring. Edisi 15 Oktober 2009. Diakses 16-10-2009.</ref> Selanjutnya, berbagai [[prasasti]] (misalnya [[Prasasti Dinoyo]]), bangunan percandian dan arca-[[arca]], bekas-bekas [[fondasi]] [[batu bata]], bekas saluran [[drainase]], serta berbagai [[gerabah]] ditemukan dari periode akhir [[Kerajaan Kanjuruhan]] (abad ke-8 dan ke-9) juga ditemukan di tempat yang berdekatan.<ref name="Dahlia"/><ref>[http://sains.kompas.com/read/xml/2009/10/16/11372471/fondasi.kuno.1.300.tahun.lalu.ditemukan Fondasi Kuno 1.300 Tahun Lalu Ditemukan]. Kompas Daring Edisi 16 Oktober 2009. Diakses 16-10-2009.</ref>

Nama "Malang" sampai saat ini masih diteliti asal-usulnya oleh para ahli sejarah. Para ahli sejarah masih terus menggali sumber-sumber untuk memperoleh jawaban yang tepat atas asal usul nama "Malang". Sampai saat ini telah diperoleh beberapa hipotesa mengenai asal usul nama Malang tersebut.

[[Malangkuçeçwara]] (baca: Malangkusheswara) yang tertulis di dalam lambang kota itu, menurut salah satu hipotesa merupakan nama sebuah bangunan suci. Nama bangunan suci itu sendiri diketemukan dalam dua prasasti [[Raja Balitung]] dari [[Jawa Tengah]] yakni [[prasasti Mantyasih]] tahun [[907]], dan prasasti [[908]] yakni diketemukan di satu tempat antara Surabaya-Malang. Namun demikian dimana letak sesungguhnya bangunan suci Malangkuçeçwara itu, para ahli sejarah masih belum memperoleh kesepakatan. Satu pihak menduga letak bangunan suci itu adalah di daerah gunung [[Buring]], satu pegunungan yang membujur di sebelah timur kota Malang dimana terdapat salah satu puncak gunung yang bernama Malang. Pembuktian atas kebenaran dugaan ini masih terus dilakukan karena ternyata, disebelah barat kota Malang juga terdapat sebuah gunung yang bernama Malang.

Pihak yang lain menduga bahwa letak sesungguhnya dari bangunan suci itu terdapat di daerah [[Tumpang]], satu tempat di sebelah utara kota Malang. Sampai saat ini di daerah tersebut masih terdapat sebuah desa yang bernama [[Malangsuka]], yang oleh sebagian ahli sejarah, diduga berasal dari kata Malankuca yang diucapkan terbalik. Pendapat di atas juga dikuatkan oleh banyaknya bangunan-bangunan purbakala yang berserakan di daerah tersebut, seperti [[Candi Jago]] dan [[Candi Kidal]], yang keduanya merupakan peninggalan zaman [[Kerajaan Singasari]].

Dari kedua hipotesa tersebut di atas masih juga belum dapat dipastikan manakah kiranya yang terdahulu dikenal dengan nama Malang yang berasal dari nama bangunan suci [[Malangkuçeçwara]] itu. Apakah daerah di sekitar Malang sekarang, ataukah kedua gunung yang bernama Malang di sekitar daerah itu.
Sebuah prasasti tembaga yang ditemukan akhir tahun [[1974]] di perkebunan Bantaran, [[Wlingi]], sebelah barat daya Malang, dalam satu bagiannya tertulis sebagai berikut : “………… taning sakrid Malang-akalihan wacid lawan macu pasabhanira dyah Limpa Makanagran I ………”. Arti dari kalimat tersebut di atas adalah : “ …….. di sebelah timur tempat berburu sekitar Malang bersama wacid dan mancu, persawahan Dyah Limpa yaitu ………”
Dari bunyi prasasti itu ternyata Malang merupakan satu tempat di sebelah timur dari tempat-tempat yang tersebut dalam prasasti itu. Dari prasasti inilah diperoleh satu bukti bahwa pemakaian nama Malang telah ada paling tidak sejak abad [[12 Masehi]].

Nama Malangkuçeçwara terdiri atas 3 kata, yakni ''mala'' yang berarti kecurangan, kepalsuan, dan kebatilan; ''angkuça'' (baca: angkusha) yang berarti menghancurkan atau membinasakan; dan ''Içwara'' (baca: ishwara) yang berarti "Tuhan". Sehingga, Malangkuçeçwara berarti "Tuhan telah menghancurkan kebatilan".

Hipotesa-hipotesa terdahulu, barangkali berbeda dengan satu pendapat yang menduga bahwa nama Malang berasal dari kata “Membantah” atau “Menghalang-halangi” (dalam bahasa Jawa berarti Malang). Alkisah Sunan [[Mataram]] yang ingin meluaskan pengaruhnya ke Jawa Timur telah mencoba untuk menduduki daerah Malang. Penduduk daerah itu melakukan perlawanan perang yang hebat. Karena itu Sunan Mataram menganggap bahwa rakyat daerah itu menghalang-halangi, membantah atau malang atas maksud Sunan Mataram. Sejak itu pula daerah tersebut bernama Malang.

Timbulnya [[Kerajaan Kanjuruhan]] tersebut, oleh para ahli sejarah dipandang sebagai tonggak awal pertumbuhan pusat pemerintahan yang sampai saat ini, setelah 12 abad berselang, telah berkembang menjadi Kota Malang.

Setelah kerajaan Kanjuruhan, di masa emas kerajaan [[Singasari]] (1000 tahun setelah Masehi) di daerah Malang masih ditemukan satu kerajaan yang makmur, banyak penduduknya serta tanah-tanah pertanian yang amat subur. Ketika [[Islam]] menaklukkan [[Kerajaan Majapahit]] sekitar tahun [[1400]], Patih Majapahit melarikan diri ke daerah Malang. Ia kemudian mendirikan sebuah kerajaan Hindu yang merdeka, yang oleh putranya diperjuangkan menjadi satu kerajaan yang maju. Pusat kerajaan yang terletak di kota Malang sampai saat ini masih terlihat sisa-sisa bangunan bentengnya yang kokoh bernama [[Kutobedah]] di desa Kutobedah. Adalah Sultan Mataram dari Jawa Tengah yang akhirnya datang menaklukkan daerah ini pada tahun 1614 setelah mendapat perlawanan yang tangguh dari penduduk daerah ini.

Seperti halnya kebanyakan kota-kota lain di Indonesia pada umumnya, Kota Malang modern tumbuh dan berkembang setelah hadirnya administrasi kolonial [[Hindia Belanda]]. Fasilitas umum direncanakan sedemikian rupa agar memenuhi kebutuhan keluarga Belanda. Kesan diskriminatif masih berbekas hingga sekarang, misalnya [[''Ijen Boullevard'']] dan kawasan sekitarnya. Pada mulanya hanya dinikmati oleh keluarga-keluarga Belanda dan Bangsa Eropa lainnya, sementara penduduk pribumi harus puas bertempat tinggal di pinggiran kota dengan fasilitas yang kurang memadai. Kawasan perumahan itu sekarang menjadi monumen hidup dan seringkali dikunjungi oleh keturunan keluarga-keluarga Belanda yang pernah bermukim di sana.

Pada masa penjajahan kolonial [[Hindia Belanda]], daerah Malang dijadikan wilayah "Gemente" (Kota). Sebelum tahun [[1964]], dalam lambang kota Malang terdapat tulisan ; “Malang namaku, maju tujuanku” terjemahan dari “Malang nominor, sursum moveor”. Ketika kota ini merayakan hari ulang tahunnya yang ke-50 pada tanggal [[1 April]] [[1964]], kalimat-kalimat tersebut berubah menjadi : “Malangkuçeçwara”. Semboyan baru ini diusulkan oleh almarhum [[Prof. Dr. R. Ng. Poerbatjaraka]], karena kata tersebut sangat erat hubungannya dengan asal usul kota Malang yang pada masa [[Ken Arok]] kira-kira 7 abad yang lampau telah menjadi nama dari tempat di sekitar atau dekat candi yang bernama Malangkuçeçwara.

Kota Malang mulai tumbuh dan berkembang setelah hadirnya pemerintah kolonial Belanda, terutama ketika mulai di operasikannya jalur kereta api pada tahun [[1879]]. Berbagai kebutuhan masyarakatpun semakin meningkat terutama akan ruang gerak melakukan berbagai kegiatan. Akibatnya terjadilah perubahan tata guna tanah, daerah yang terbangun bermunculan tanpa terkendali. Perubahan fungsi lahan mengalami perubahan sangat pesat, seperti dari fungsi pertanian menjadi perumahan dan industri.
* Tahun [[1767]] Kompeni Hindia Belanda memasuki Kota
* Tahun [[1821]] kedudukan Pemerintah Belanda di pusatkan di sekitar [[kali Brantas]]
* Tahun [[1824]] Malang mempunyai Asisten Residen
* Tahun [[1882]] rumah-rumah di bagian barat Kota di dirikan dan Kota didirikan alun-alun di bangun.
* [[1 April]] [[1914]] Malang di tetapkan sebagai Kotapraja
* [[8 Maret]] [[1942]] Malang diduduki Jepang
* [[21 September]] [[1945]] Malang masuk Wilayah Republik Indonesia
* [[22 Juli]] [[1947]] Malang diduduki Belanda
* [[2 Maret]] [[1947]] Pemerintah Republik Indonesia kembali memasuki Kota Malang.
* [[1 Januari]] [[2001]], menjadi Pemerintah Kota Malang.

== Kependudukan ==
[[Berkas:Gereja tua belanda malang.jpg|right|thumb|Gereja Tua peninggalan Belanda di kota Malang]]
Jumlah penduduk Kota Malang 820.243 (2010), dengan tingkat pertumbuhan 3,9% per tahun.

Sebagian besar adalah suku [[Suku Jawa|Jawa]], serta sejumlah suku-suku minoritas seperti [[Suku Madura|Madura]], [[Arab-Indonesia|Arab]], dan [[Tionghoa-Indonesia|Tionghoa]].

Agama mayoritas adalah [[Islam]], diikuti dengan [[Kristen Protestan]], [[Katolik]], [[Hindu]], [[Buddha]], dan [[Kong Hu Chu]]. Bangunan tempat ibadah banyak yang telah berdiri semenjak zaman kolonial antara lain [[Masjid Jami]] (Masjid Agung), [[Gereja Hati Kudus Yesus]], [http://katedral.keuskupan-malang.web.id/ Gereja Kathedral Ijen] (Santa Perawan Maria dari Gunung Karmel), Klenteng di Kota Lama serta Candi Badut di Kecamatan Sukun dan Pura di puncak Buring. Malang juga menjadi pusat pendidikan keagamaan dengan banyaknya Pesantren, yang terkenal ialah [[Ponpes Al Hikam]] pimpinan KH. [[Hasyim Muzadi]], dan juga adanya pusat pendidikan Kristen berupa [[Seminari Alkitab]] yang sudah terkenal di seluruh Nusantara, salah satunya adalah [[Seminari Alkitab Asia Tenggara]].

[[Bahasa Jawa]] dengan dialek Jawa Timuran adalah bahasa sehari-hari masyarakat Malang. Kalangan minoritas Suku [[Madura]] menuturkan [[Bahasa Madura]].

Malang dikenal memiliki dialek khas yang disebut '''Boso Walikan''', yaitu cara pengucapan kata secara terbalik, misalnya ''Malang'' menjadi ''Ngalam'', ''bakso'' menjadi ''oskab' ''burung'' menjadi ''ngurub'',  dan contoh lain seperti saya bangga arema menang-'''ayas bangga arema nganem '''. Gaya bahasa masyarakat Malang terkenal egaliter dan blak-blakan, yang menunjukkan sikap masyarakatnya yang tegas, lugas dan tidak mengenal basa-basi.

Dikutip dari Wikipedia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar